![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtK6ZlVJGmbFVtNLcnJH8eGW7AcNSiNL0-jVG54yeDHQVNFNZL5LaHZxbLuMnIYV4COOubXvLnMCIu8hLn_Quq5nXZe-77T5-48k_4EFFbnihwvsA0vE1zCwZBQ-9bIFtrcKBsu-93UNg/s200/luwak2.jpg)
Bukannya itu penting. Tapi toh cukup membuat kita merenung betapa hewan-hewan ini merupakan saluran bagi kita untuk dapat mencecap salah satu kenikmatan yang paling duniawi, sehingga binatang-binatang ini tak ubahnya sepasukan Brillat Savarin tanpa tanda jasa. Mereka tak hanya menyantap buah kopi terbaik yang betul-betul matang, tapi juga menyisakannya untuk keuntungan kita. Harus Anda akui, ini tindakan yang cukup menyentuh, mengingat betapa kita umat manusia begitu tak layak menerima kemewahan itu.
Apakah tempat ini sepadan dengan kisahnya?—begitu Anda mungkin bertanya. Yah, ini memang kopi mewah; ibaratnya, makin murni, makin makmur. Bersiaplah menghabiskan Rp 80.000 untuk kopi luwak murni. Kalau ini terdengar terlampau mahal bahkan untuk kisah terbaik di dunia ini, pilihlah yang dari jenis high class dark roast atau medium roast seharga Rp19.750,00 per cangkir. Jauhi segala dengan sebutan “ice-blended” betapapun ciamiknya foto-foto yang menggoda Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar